Antara Bulan Dan Bintang

by - 18.32.00



 “Bulan, seandainya kamu butuh aku, aku selalu ada buat kamu. Dan aku ber janji aku ga akan pacaran dengan yang lain sebelum kita pacaran nanti..”

Entah mengapa ucapan yang pernah dikatakan Bintang itu selalu terngiang di telinga Bulan tiap saat.
Bulan ragu atas janji janji yang Bintang sebutkan. Benar atau tidaknya janji itu Bintang tepati, Bulan masih memikirkannya. Namun setiap kali Bulan melihat Bintang dari kejauhan, Bulan selalu melihat Bintang bersama Pelangi.Mereka selalu terlihat seperti sepasang kekasih.Hasrat Bulan selalu mengatakan bahwa diantara keduanya ada hubungan spesial. Walaupun Bulan sering memerhatikan mereka bersama-sama dari kejauhan. Hingga tadi, saat Bulan akan kembali menuju kelas, Bulan melihat Bintang dan Pelangi di dekat pohon. Saat Pelangi melihatnya, Pelangi langsung memeluk Bintang dan berbisik padanya, Bulan langsung berpura-pura buang muka saja padahal ia masih memperhatikan mereka. Entah mengapa ada rasa yang tak biasa Bulan rasakan sebelumnya, tapi saat Bulan melihat Bintang di peluk oleh Pelangi, seketika rasanya tubuhnya menjadi membeku dan hatinya ingin berteriak. Bulan selalu memendam perasaan ini, perasaan yang selalu menyakiti dan menghantuinya setiap saat. Bulan tidak punya teman untuk berbagi selain Bintang, tapi apa mungkin kah Bulan mesti berbagi perasaan pahit ini padanya sedangkan yang menjadi objek utamanya adalah Bintang sendiri? Intinya Bulan sangat ragu untuk menceritakan semua isi hatinya sekarang, Bulan malu dan teramat malu jika ia dianggap tidak punya harga diri.
Kini Bulan baru menyadari bahwa disampingnya ada Bintang yang sedari tadi memerhatikannya. Bulan tak kuasa menahan tangis yang terpendam saat setiap kali Bintang berkata bohong padanya.
            “kalo ternyata iya aku punya pacar kenapa?”
            Hati Bulan bergetar,air matanya sudah terbendung, dan semuanya menjadi sangat dingin dan membuat tubuhnya membeku. Ia mencoba berbohong dan meminta Bintang agar tidak mendekatinya lagi, tetapi Bintang masih saja diam. Tanpa kata pamit, Bulan langsung beranjak pergi memasuki kelas, namun Bitang menahan tangannya.
            “jangan pergi dulu Bulan...”
            “sekarang jujur aja, iya kan Bintang udah punya pacar?”

Bintang terdiam, ia menundukan kepala dan melepaskan tangan Bulan lalu berkata tanpa beban.
            “iya...”

Air mata yang Bulan bendung kini sudah tumpah, tanpa berkata apapun ia langsung memeluk Cahaya. Ia tak percaya Bintang telah mengkhianati janjinya sendiri. Bulan kecewa, dan sangat kecewa saat dia tahu kalau selama ini dia di bohongi oleh perkataan Bintang. Benar Bulan tak bisa menghentikan derasnya air mata itu sampai-sampai baju Cahaya menjadi basah oleh air matanya. Teman-teman dekatnya mencoba menghibur dia untuk membuatnya tertawa. Namun, nyatanya ia sulit tertawa untuk sekarang.
            Tiba-tiba Langit menghampiri Bulan dan berkata.
            “Bulan, kamu gak perlu nangis, karna nangis gak bisa nyelesain masalah. Kamu harus bersabar dan tetap semangat. Jangan sampai kamu galau cuma gara gara janji nya Bintang. Tetap semangat yah Bulan..”
mendengar kata-kata dari Langit, Bulan mulai berfikir keras dan dia menghentikan tangisnya.
            “iya Langit, aku janji aku akan tetap semangat..”
                                                                        ***
            “Ya, liat cake buatanku, hiasannya bagus ga?”
            “waw, cantik sekali.. eh iya, kamu udah minum obat Lan..?”
            “belum sih, nanti aja ah minum obatnya..”
            “sip lah, ayo cepat kita pergi ke parkiran”
Karena sudah saatnya jam pulang, Bulan,Cahaya, dan Langit pun pergi keluar kelasnya menuju parkiran sepeda motor, Bulan sangat semangat membawakan tart cake buatannya khusus untuk Bintang di hari ulang tahunnya. Namun, semangat itu tiba tiba lenyap ketika dia melihat Bintang bersama Pelangi berboncengan. Tart cake buatannya terjatuh dan hancur. Tubuhnya terpaku dan membeku, jantungnya berdebar kencang,wajahnya memucat,dan tiba-tiba darah menetes dari hidungnya.
            “Bulan...?”
Bulan hanya tersenyum dan mulai melemas hingga tak sadarkan diri. Cahaya sangat kebingungan, beruntung ada Langit yang memegang ponsel saat itu. Ia pun langsung menghubungi rumah sakit untuk mengirimkan mobil ambulan serta menghubungi orang tua Bulan.
            “Bagaimana dok keadaan Bulan?”
            “Penyakit radang otaknya kambuh lagi karena ia telat memakan obatnya, untuk beberapa hari ke depan, dia butuh istirahat..”
Langit ,Cahaya, dan Ibunda Bulan pun menghampiri Bulan yang terbaring dan belum sadarkan diri.
            “tadi aku sudah mengingatkan Bulan, tetapi dia  malah bilang nanti. Aku yang salah, kenapa aku membiarkannya..”
Ucap Cahaya lirih sambil menggenggam tangan Bulan.
            “sudahlah Ya, ga ada yang perlu di sesalin...”
Kata Langit memegang bahu Cahaya.
                                                                        ***
Tiga hari telah berlalu. Kini Bulan sudah sadar, namun dia tidak mau makan, Ibunya susah payah memaksanya untuk makan tetapi Bulan malah mengabaikannya dan menyuruh Ibunya pulang. Ia tak kuasa merasakan tubuhnya yang terbaring lemas dan tangannya yang dipasang selang infusan. Sesekali ia menangis karna batinnya sangat sakit. Waktu sore telah tiba, Bulan masih termenung sendirian. Tiba-tiba pintu terbuka dan terdengar langkahan kaki
            “Bulan...?”
Bulan terdiam, ia menghapus air matanya, dan sepertinya dia mengenal suara seseorang yang memanggilnya barusan, yang tak lain adalah Bintang. Bulan pun langsung memalingkan tubuhnya dari Bintang.
            “kata Cahaya, kamu telat makan obat? Kata ibumu kamu ga mau makan? Kenapa?”
Bulan hanya terdiam, dia tidak mau mengucapkan sepatah pun kata. Tiba-tiba ponsel Bintang berbunyi, dan ternyata ada pesan dari Pelangi.
            umm,aku keluar dulu sebentar, boleh? Nanti aku kesini lagi..”
Bulan tidak memberi tanggapan apa pun. Ketika Bintang pergi, bulan menulis kan sebuah puisi sesuai isi hatinya. Iya menuangkan semua kata-kata yang di pendamnya itu sambil meneteskan air mata. Kertas yang ia pegang menjadi basah.

            “Bintang, ku buat puisi ini antara kau dan aku,
            Bintang, karena hadirmu aku bisa semangat dan tanpa mu aku tak bisa semangat..
            Bintang, karena mu aku bisa berdiri dan karena mu juga aku bisa terjatuh..
            Bintang, kau punya janji yang mesti ditepati tapi kau mengingkarinya..
            Bintang, aku butuh kamu, aku mau janji kamu, tapi kamu tak pernah mengerti aku..
            Bintang, mungkinkah ini pertemuan terakhir kita?
              Bintang, jika aku sudah pergi, ja.......”

Tangan Bulan mulai lemas, nafasnya mulai sesak, ia pun ingin mengambil bel pemanggil perawat namun ia tak dapat mencapainya. Bulan terjatuh dari tempat tidur yang tinggi dan akhirnya kepala Bulan terbentur hingga berdarah. Saat Bintang kembali, ia terkejut melihat Bulan. Ia pun langsung meraih kertas puisi yang dipegang Bulan, dibacanya kertas itu dan langsung memeluk bulan lalu menangis.
            “Bulan, aku menyesal, maafkan aku yang udah ngekhianatin janji kita...Bulan..maaafin aku.”
Bulan tak menjawab, tubuhnya kini dingin dan tidak ada detak jantung sedikitpun.

You May Also Like

0 komentar