Kehangatan Dalam Hujan

by - 17.33.00

Aku tengah santai duduk mendadak mengadah ke arah langit yang mengkelabu, daun-daun berterbangan kesana kemari tertiup hembusan angin yang berlari mengikuti arah awan hitam pergi. Orang-orang saling sibuk berjalan dengan membawa koper beroda dan troley yang dibawa. Ada pula yang tengah santai duduk menunggu kedatangan orang yang dinanti oleh mereka. Perlahan, butir-butir cair terjatuh dari langit secara bergantian, ada pun yang bersamaan. Saling berlomba untuk mencapai pijakan bumi dan ada pula yang menabrak segala yang ada dihadapannya sebelum mencapai tanah. Membuat segalanya menjadi basah. Aroma khas saat setiap hujan turun itu kembali tercium. Mengingatkan ku pada sekilas kenangan dua tahun yang lalu.
Sebuah pesan menggetarkan ponsel dari genggamanku. Namanya lagi-lagi tercetak di layar. Buru-buru aku tekan ‘open’ dan membaca isinya bersama desiran aneh di dalam dada.
Pesawat take off sebentar lagi. Apa kamu nggak jadi datang?
Sekuat tenaga aku tata perasaanku yang tak karuan. Setelah lama menatap layar, akhirnya tiga kata itu terkirim.
Iya, Tunggu saja.
Aku putar-putar benda mungil itu sambil menunggu acara selesai . Dengan rasa gelisah, khawatir jika Alvin akan pergi karena menungguku lama. Ada sesuatu dalam diriku yang mendesak untuk pergi segera menghampirinya dan parahnya aku tidak bisa menolak. Janji adalah janji, tetap harus ditepati.
Pagi itu, sudah aku janjikan perihal perpisahan dengan Alvin di suatu tempat yang tak asing lagi bagiku. Bandara. Akhirnya acara itu telah selesai, aku menyambut waktu yang dinanti pun dengan rasa tak tenang. Tanpa pikir panjang aku bergegas, berlari membawa kunci motor lalu melaju ke bandara.
Dalam hatiku berdoa, semoga saja aku tidak terlambat sampai disana. Saat itu bias cahaya matahari padam dan hanya mampu berpendar-pendar lemah dibalik awan. Sementara itu, angin sejak tadi meloncat-loncat dan menghantam apapun yang ditemuinya, dedaunan mendadak riuh. Angin berkuasa dan mengepung dimana-mana. Tak lama begitu, perlahan-lahan dari langit yang sesekali berdebum, akan turun titik-titik air, mula-mula lambat.
Aku menarik kencang gas mempercepat putaran roda yang mengelinding diatas aspal tanpa hiraukan langit yang sudah mengkelabu. Lalu, detik memeluk detik, titik-titik air itu menderas mengecup bumi. Segalanya mendadak cair. Baju atasan yang ku pakai akhirnya tejatuh tetesan-tetesan air hujan yang perlahan merambat membasahi seluruh sisi dan terasa berat. Dingin. Ketika saat sampai di gerbang, rintikan hujan semakin deras. Aku tak hiraukan itu dan terus melaju sampai mendapat sebuah tempat untuk berteduh.
Aku derapkan langkah kaki dengan ritme cepat.
“Huuuh.. dingin banget..”
Keluhku.
Seorang lelaki mengenakan sweater berwarna merah darah, berusia kira-kira lebih satu tahun diatasku, dan tingginya tidak jauh sama denganku. Barangkali hanya selisih empat senti, kulitnya putih bersih. Alvin.
“Kenapa malah bermain dengan rintik hujan? kalau kamu sakit gimana?”
Lelaki disebelahku melontar tanya. Aku menoleh padanya.
“ahh... hujan datang bukan untuk menjadi penyakit, dia datang untuk memberi kebahagiaan ..”
Aku menyahut sebentar.
Dari ekor mata aku melihat dia melepaskan sweater merah yang dipakainya. Lalu menggulurkan tangannya padaku memberikan sweater tebal itu.
“ahh kamu ini.. cepat pakai ini…”
Aku buru-buru menggeleng.
“Nggak usah, nanti kamu malah kedinginan. Ini udah lumayan kering kok.”
“Pakai!”
Aku terdiam. Tak tahu harus memberi jawaban apa.
“Aku nggak mau kamu jadi sakit nantinya.”
Lanjutnya melangkah pergi.
Aku masih terpaku, menatap punggungnya yang melesat jauh.
Selesai sudah memakai sweater milik Alvin, aku menuju tangga mencari Alvin. Tahu-tahu perhatianku tersedot pada sosok yang menatapku. Alvin.
Kususuri tiap rinci wajahnya. Kelam rambutnya tampak berkilau. Dahinya bersih , diikuti lengkung alisnya yang tebal menawan. Kelopak matanya mengepak-ngepak siaga dan bola di dalamnya begitu jernih dan berisi. Hidungnya mencuat , disusul rekah bibirnya. Dagunya menggantung tangguh. Wajahnya kokoh dan menyenangkan. Dia menoleh padaku. Lalu menghampiri.
“Sudah selesai? Apa kamu masih kedinginan?”
Tanyanya.
Tak lama Alvin tiba-tiba menarik tubuhku dalam pelukkannya. Membawaku menaiki tangga dan duduk di salah satu anak buahnya. Seketika itu juga, tubuh ku diam. Tak bisa berkutik jika sudah seperti ini. Tertinggalah deru napasku yang memburu-buru. Baik aku maupun dia. Kami sama-sama membiarkan detak dalam dada kami menyeruak keluar. Tertangkap telinga satu sama lain dengan jelasnya. Tak berusaha menyembunyikan lagi. Satu detik pun.
“Hangat…”
Aku memejam mata sambil mengeratkan pelukan. Melesak-lesakkan kepala di bahu dia mencari kenyamanan. Aku tersenyum sambil menepuk-nepuk punggungnya. Kepalaku melesak kian dalam. Menghirup aroma dia yang menggetarkan. Sejenak, aku berharap waktu berhenti bergulir. Biarkan kami seperti ini. Entah berapa lama yang jelas aku merasa nyaman dalam dekapan dia.
Alvin tak menyahut. Hanya pelukannya yang kian erat dan aku tahu itu bermakna. Dari detik ke detik kian hangat dan menghanyutkan. Dua pasang mata saling menatap lekat-lekat satu sama lain. Tergerak untuk saling mendekat. Aku menangkap deru napas dia. Menggetarkan. Detik meloncat detik. Kian dekat dan semakin kentara. Aku menelan ludah. Jantungku mendadak bagai di tabuh-tabuh sembarang. Dadaku kembang kempis tak terkontrol, sarafku bergetaran hebat. Saat ciuman hampir mendarat, aku tersentak kaget melihat jarum pada jam dinding yang berada dibelakangnya, sehingga membuat aku mendorong dia menjauh dan tergelak seketika. Dia menatap pasrah padaku, dan dia pun pamit untuk pergi dan melangkah ke pintu keberangkatan menuju teller untuk chek-in. Dia telah jauh , namun aroma tubuhnya masih tercium jelas, ah ternyata aroma itu tertinggal di sweater yang dipakai olehku. Pepisahan itu, aku menepatinya meskipun harus rela dibasahi air hujan yang mencoba menghadang jalan waktuku. Tetesan air yang jatuh dari langit adalah saksi bahwa aku benar-benar menepati janji.
Uraian kisah dibawah naungan hujan terhenti seketika saat seseorang yang ada dalam kenangan tadi memanggilku. Alvin. Dia telah kembali tepat di suasana hujan. Hujan selalu mempunyai banyak cara untuk mengulang kembali kisah cinta yang datang untuk menghangatkan.

You May Also Like

0 komentar