Hijrahkan Diri : Belum Siap
Orang tua adalah pembimbing,pengajar, sekaligus pendidik pertama dimana seorang anak di lahirkan. Sebagaimana pun keadaan orang tua, pasti menginginkan anak nya agar lebih baik dari keadaan. Aku hanya ingin sedikit share mengenai bagaimana pengalamanku ketika orang tua mengajarkan menuju kebaikan, tapi malah aku abaikan.
Aku hidup di sebuah kerajaan kecil yang di tekankan dengan banyak aturan.
Aturan? Wah berarti terlalu ketat dong? Kok kayak sekolah aja ada aturannya?
Begini, aku sebutkan saja kalau aku ini adalah tipe orang yang susah di atur. Mau siapa pun yang mengaturku, selalu saja aku bantah dan menolaknya. Kenapa? Ya karna aku memang tidak suka di atur. Aku ingin bebas dari aturan karena aku memandang teman-teman di sekiling saya semasa TK-SMA tidak memiliki aturan yang sama seperti kehidupanku. Aku memandang mereka memiliki kebebasan. Tapi, karena di keluargaku di terapkan berbagai aturan semisal : harus ini lah, nggak boleh itu lah, apalah. Aku mau tidak mau harus menaati keadaan karena aku hidup di dalamnya.
Aku memiliki orang tua penyayang, tapi salah mengartikan kasih sayang itu.
Maksudnya gimana deh? Orang tua di jadikan kekasih? Wah wah..
Bukan.. bukan.. maksudnya itu, aku memiliki orang tua yang sangat perhatian kepadaku, sehingga mereka selalu memberikan banyak aturan kepada anak-anaknya. Orang tua mana yang tega melihat anaknya berada di kehancuran? Aku yakin sih nggak ada hehe. Karena semua orang tua pasti ingin anaknya menjadi baik dan berhasil. Aku jelaskan ya, dulu aku menganggap semua aturan itu adalah peringatan,tekanan dan hukuman. Karena seolah-olah semua aturan itu melarang aku untuk melakukan hal yang aku inginkan.
Sedikit mau cerita, dulu sewaktu aku masih tinggal di rumah bersama keluarga, ibu ku selalu menyuruhku memakai pakaian tertutup,dan wajib menggunakan rok dan jilbab panjang saat akan keluar, bahkan membuang sampah di luar pagar pun, diwajibkan. Tapi, aku bandel, aku malah mengabaikan itu dan aku tetap berpakaian alakadarnya saja.
Keluar,jalan bersama teman, atau ke warung, aku tetap memakai celana walaupun sudah ribuan kali di peringatkan. Seringkali aku mendapat teguran sesudahnya : “kan ibu bilang,jangan pakai celana lagi. Apalagi celananya ketat!” . Tapi teguran-teguran itu tetap saja aku abaikan.
Keluar,jalan bersama teman, atau ke warung, aku tetap memakai celana walaupun sudah ribuan kali di peringatkan. Seringkali aku mendapat teguran sesudahnya : “kan ibu bilang,jangan pakai celana lagi. Apalagi celananya ketat!” . Tapi teguran-teguran itu tetap saja aku abaikan.
Asli,aku kalo keluar, jalan sama teman misalnya. Malu pake rok/celana longgar lagi.
Lho? Kenapa?
Aku pernah sesekali pakai celana gombrang gitu dan rok juga. Tapi, saat aku memakai celana itu, aku di komen dengan teman ku “ni, lu gak punya celana lagi ya?” , “ni, celana lu kegedean tuh. Kuno banget keliatannya” , “jangan pake celana gituan apa ni, gue malu bawa temen pakaian nya begitu”
Dan beda lagi respon kalo aku pakai rok. “ni, lu gak ribet apah pake rok?”, “lain kali pake cenala aja ih.”
Ya... seperti itu lah. Kata-kata itu membuatku menjadi minder dan agak malu kalau pake celana longgar dan rok lagi.
Sewaktu aku pending kuliah setahun, Ibuku terlalu sering bercerita tentang anak temannya yang sudah berhjrah saat kuliah. Padahal dulunya suka berpakaian seksi,bermake-up, suka ganti-ganti pacar, dan benar-benar murid yang nakal. Tapi , di semester ke 3 saat kuliah, dia menutup semua auratnya dan kini memakai baju yang panjang dan syar’i. Aku pernah melihat orangnya, dan memang benar saja kata ibuku. Setiap aku agak melenceng,pasti ibu ku menceritakan hal itu ber ulang-ulang sehingga membuat telingaku begitu gerah. Karena aku belum sadar akan bagusnya menjadi tertutup, tapi ibuku selalu ingin menjadikan aku anak yang tertutup dan mengikuti aturannya.
Jujur saja ya, aku itu tidak ingin kelewatan zaman. Aku ingin mengikuti apa yang jadi trend masa kini.
Ada hal yang lagi booming, aku ikuti. Pokoknya ingin ikut-ikutan aja deh.
Dari sejak SMA, aku memang sudah di suruh untuk berhijrah tentang pakaian, Tapi aku selalu menunda. Aku belum siap saja. Aku ingin mengikuti pakaian-pakaian yang lagi tren dan hijab-hijab masa kini gitu.
Aku tahu benar, maksud orang tuaku itu ibadah dan wajib
hukumnya untuk di ikuti. Dan setiap hari pun aku selalu di ingatkan untuk
berpakaian syar’i. Tapi aku selalu menolaknya.
Bahkan pernah suatu hari aku ingin jalan keluar,memakai
celana jeans yang benar-benar ketat, ketika aku mau berangkat, aku di marahi
habis-habisan dan di suruh untuk mengganti celana dengan rok. Dan celana jeans
itupun di buang ke tempat sampah. Miris bukan? :’)
Aturan memang agak sedikit keras, tapi di balik aturan itu
ada maksud yang baik.
Sekarang aku sudah mulai sadar apa arti aturan-aturan dan
ingatan berhijrah itu. Nanti ku bahas di blog berikutnya yaaa..
Terimakasih sudah membaca J
0 komentar