Suka-Duka Mengasuh Bayi (Bagian 1)

by - 22.50.00


Bismillahirohmanirohim,

Saya hanya ingin share saja pengalaman saya saat mengasuh bayi , dan sekaligus sekalian latihan ala ala ibu muda (hehe)

Tahun 2015, saya lulus SMA pada bulan mei, dan adik saya yang ketiga lahir tepat dimana hari pelepasan siswa SMA pada waktu itu.

Saya sempat daftar kuliah sana-sini, tapi daftarnya sekolah kedinasan, itu pun sempat gagal di tengah jalan. Kebetulan saya waktu utu kurang berminat untuk melanjutkan ke universitas.

Memang apa bedanya sekolah kedinasan dan universitas? Ya ada bedanya pastinya. Coba search di google (saya rada males copas wkw)

Dan waktu itu, saya menyerah dan universitas terakhir yang masih buka pendaftaran saat itu adalah universitas gunadarma, saya pun melengkapi berkas jalur rapot, ke universitas gunadarma yang cabang depok. Kalau tidak salah, saya di terima jurusan D3 Manajemen Informatika atau S1 Teknik Informatika pada waktu itu.

Tapi takdir berkata lain, saat waktu pembayaran sudah mendekati jatuh tempo, orang tua saya tak kunjung memberikan lampu hijau untuk berkuliah disana. Dan pada akhirnya saya di minta untuk bersabar dan mendaftar kedinasan lagi di tahun 2016.

Malu, kesal, semua rasa memang menjadi campur aduk, karena dikala yang lain sudah asyik mendapatkan pengalaman baru dikuliah, mendapatkan pengalaman di tempat kerja, sedangkan saya hanya berdiam di rumah, seperti pengangguran yang tak ada gunanya.

Tapi, di balik itu, saya bersyukur, ternyata teman-teman dekat saya pun menjadi pengangguran seperti saya tahun itu.

Setelah adik terkecil sudah berumur 3 bulan, saya diamanahi untuk mengasuh. Karena kedua orang tua saya adalah pekerja yang kantornya pun di jakarta, sehingga berangkat pagi sekali dan pulang sore sekali. Dan juga, ibu saya sudah tidak mendapat jatah cuti lagi, karena adik saya adalah anak ke empat (FYI , peraturan PNS emang gitu, lahiran anak ke 4 gak dapet jatah cuti, jadi manfaatin jatah cuti lain).

Saya pada waktu itu masih berumur.. 18 tahun, dan saya baru lulusan SMA. Tapi di lingkungan saya, tidak aneh kalau gadis-gadis seumuran saya sudah punya anak (maaf, orang kampung asli di daerah saya tinggal itu ada tradisi menikahi anak gadis, jadi gak aneh). Saya pun bersedia dengan keikhlasan menerima amanah, walau awalnya saya memang agak keberatan (ya, masa baru lulus SMA udah ngasuh bayi merah, temen-temen aja kerja atau kuliah..).

Tiga bulan pertama, saya tidak sendiri dalam mengasuh. Ada tetangga yang diminta bantu saat memandikan adik saya setiap pagi dan sore yang saat itu masih bayi dan belum bisa apa-apa.

Pada dini hari, setelah shubuh saya harus sudah siap dan rapih agar bisa fokus mengasuhnya. Jadi, selesai mandi, sholat, lalu bersih-bersih rumah dari menyapu,mengepel, hingga me-lap kaca,furniture, dan mencuci baju. Pagi harinya, setelah orang tua berangkat kerja, saya membuat sebotol susu yang kira-kira saat itu 90ml kalau gak salah, dan itu di beri per 2-3 jam sekali (amanah). Lalu saat meminta tetangga untuk hadir ke rumah pun tak sembarang pergi ke luar lalu meninggalkan sang bayi, karena zaman sudah canggih teknologi, pada saat itu saya memanfaatkan LINE dan WhatsApp, jadi cukup me-chat untuk datang saja, beberapa menit kemudian datang ke rumah.

Memandikan bayi nya pun tak sembarang. Jadi, karena di rumah memang di sediakan baby bed yang bahannya dari spons lalu diatasnya ada alas perlak (anti air gitu) , itu dimanfaatkan. Jadi sebelum saya meminta tetangga untuk datang, saya selalu menyiapi persiapan mandi terlebih dahulu. Memasak air panas, menyediakan bak mandi bayi, sabun bayi, baby bed, handuk dan baju ganti. Dan itu pun bukan di lakukan di kamar mandi, tapi di tengah-tengah ruangan. Dan memandikannya pun ada tekniknya, saya hafalkan sampai 3 bulan caranya, jadi untuk kedepannya saya tak mengandalkan tenaga tetangga.

Selain menyusui setiap per 2-3 jam, saya juga beraktivitas, seperti memasak, mencuci baju, menyetrika baju, beribadah, online, baca-baca buku, dll.

Karena amanah saya bukan hanya itu, tapi juga mengurusi adik saya yang kedua, yang duduk di bangku kelas 1 SD pada waktu itu. Dan sekolahnya pun sekolah swasta, jadi berangkat pagi, pulang sore. Jadi saya memasak bukan hanya untuk saya sendiri, tapi juga untuk adik-adik saya. Klao soal masak memasak memang saya kurang bisa, tapi saya hobi dalam memasak.

Gadis 18 tahun, baru lulus SMA, belum ada pengalaman berumah tangga tapi sudah mengurusi urusan rumah tangga, bukan hanya sekedar bebersih rumah, tapi juga mengurusi anak-anak serta seorang bayi,menghabiskan waktunya di dalam rumah tapi pikrannya dia ingin seperti teman-temannya yang hidup enak. Bukan hanya memberi susu-memandikan-mencuci, tapi juga mengurusi pup yang bisa keluar kapan saja. Karena pada waktu itu adik saya basih sekitar 3-4 bulan, pup nya pun tidak seperti orang dewasa, jadi hanya sediakan air hangat di gayung dan kapas untuk membersihkan. Jijik? Ya, bagi gadis seumuran saya yang terlalu anti bau bau seharusnya jijik memang, tapi saya merasa biasa saja. Kenapa? Itu hanya kotoran, sebab kita pun punya kotoran,nanti juga akan mengurusi kotoran, dan sampai akhir hayat pun tetap bertemu kotoran. So, saya pikir untuk apa jijik kalau memang harus di hadapi.

Setelah bulan-bulan berlalu, adik saya yang bayi itu sudah bisa terngkurep (gatau indonesianya apa) , lalu seluncur memaksakan untuk bisa merangkak, hingga bisa duduk sempurna. Sepanjang waktu iu saya tidak lagi mengandalkan tetangga, saya sudah bisa memandikannya sendiri. Tapi yang berbeda adalah ‘ketenangan’ saya berada di tingkat tak aman, karena bayi saat itu sudah bisa ‘ngapa-ngapain’ saya harus selalu was-was dan terus menjaga, karena takut terjatuh atau celaka.

Selama mengasuh, saya produktif, tapi hanya di dalam rumah. Kalau bosan, saya seringkali mencoba resep-resep baru dan mengundang teman-teman saya untuk sekedar main-main di rumah menemani kesepian saya atau membagikan masakan-masakan saya ke tetangga-tetangga. Menu favorit pada waktu itu adalah mie ayam yang saya buat sendiri dengan resep bumbu ayam khusus racikan saya, kalau kata tetangga sih katanya ayamnya udah enak, mie nya cukup pas ,tapi porsi nya kurang banyak.

Mengenai suka duka mengasuh selama setahun..

Dari sang adik bayi merah hingga bisa berjalan..

Duka nya, saya banyak melamun dan berfikir yang enggak-enggak, karena keinginan saya gak terwujud (mengikuti gengsi) , saya kurang bebas untuk main atau rekreasi atau nonton atau juga sekedar kumpul di rumah teman karena hanya punya waktu di weekend saja.

Sukanya, banyak. Saya mendapat banyak pelajaran dari pengalaman ini. Belajar untuk menjadi pribadi yang dewasa dan ikhlas. Tidak hanya itu, selama setahun itu pun melatih kesabaran dan ketelitian yang kuat. Karena kalau tidak sabar, sudah hancurlah saya saat itu. Itu juga saya jadikan pelatihan untuk kedepannya jika kelak berumah tangga nanti, jadi saya tidak kaget harus bagaimana karena sudah tahu prosedur ini-itu nya tanpa menggunakan tenaga pembantu rumah tangga atau baby sitter, jadi kerja mandiri. Selain itu, banyak, susah di sebutkan euy. Hehe.

Pokoknya saya sudah berbekal pengalaman saya dalam mengasuh bayi usia 3 bulan – 1 tahun, barangkali ada yang berminat. (apasih han wkkw)

Ini baru suka duka mengasuh bagian 1 di jenjang umur adik saya menuju 1 tahun, selanjutnya ada lagi kisah lainnya yang masih juga mengurus adik saya.


Terimakasih untuk pembaca yang telah membaca sampai akhir bagian ini, semoga positifnya bisa bermanfaat ya.. salam hangat dari penulis ;) (HK)

You May Also Like

0 komentar