Suka-Duka Mengasuh Bayi (Bagian 1)
Bismillahirohmanirohim,
Saya hanya ingin share saja pengalaman saya saat mengasuh
bayi , dan sekaligus sekalian latihan ala ala ibu muda (hehe)
Tahun 2015, saya lulus SMA pada bulan mei, dan adik saya
yang ketiga lahir tepat dimana hari pelepasan siswa SMA pada waktu itu.
Saya sempat daftar kuliah sana-sini, tapi daftarnya sekolah
kedinasan, itu pun sempat gagal di tengah jalan. Kebetulan saya waktu utu
kurang berminat untuk melanjutkan ke universitas.
Memang apa bedanya sekolah kedinasan dan universitas? Ya ada
bedanya pastinya. Coba search di google (saya rada males copas wkw)
Dan waktu itu, saya menyerah dan universitas terakhir yang
masih buka pendaftaran saat itu adalah universitas gunadarma, saya pun
melengkapi berkas jalur rapot, ke universitas gunadarma yang cabang depok.
Kalau tidak salah, saya di terima jurusan D3 Manajemen Informatika atau S1
Teknik Informatika pada waktu itu.
Tapi takdir berkata lain, saat waktu pembayaran sudah
mendekati jatuh tempo, orang tua saya tak kunjung memberikan lampu hijau untuk
berkuliah disana. Dan pada akhirnya saya di minta untuk bersabar dan mendaftar
kedinasan lagi di tahun 2016.
Malu, kesal, semua rasa memang menjadi campur aduk, karena
dikala yang lain sudah asyik mendapatkan pengalaman baru dikuliah, mendapatkan
pengalaman di tempat kerja, sedangkan saya hanya berdiam di rumah, seperti
pengangguran yang tak ada gunanya.
Tapi, di balik itu, saya bersyukur, ternyata teman-teman
dekat saya pun menjadi pengangguran seperti saya tahun itu.
Setelah adik terkecil sudah berumur 3 bulan, saya diamanahi
untuk mengasuh. Karena kedua orang tua saya adalah pekerja yang kantornya pun di
jakarta, sehingga berangkat pagi sekali dan pulang sore sekali. Dan juga, ibu
saya sudah tidak mendapat jatah cuti lagi, karena adik saya adalah anak ke
empat (FYI , peraturan PNS emang gitu, lahiran anak ke 4 gak dapet jatah cuti,
jadi manfaatin jatah cuti lain).
Saya pada waktu itu masih berumur.. 18 tahun, dan saya baru
lulusan SMA. Tapi di lingkungan saya, tidak aneh kalau gadis-gadis seumuran
saya sudah punya anak (maaf, orang kampung asli di daerah saya tinggal itu ada
tradisi menikahi anak gadis, jadi gak aneh). Saya pun bersedia dengan
keikhlasan menerima amanah, walau awalnya saya memang agak keberatan (ya, masa
baru lulus SMA udah ngasuh bayi merah, temen-temen aja kerja atau kuliah..).
Tiga bulan pertama, saya tidak sendiri dalam mengasuh. Ada
tetangga yang diminta bantu saat memandikan adik saya setiap pagi dan sore yang
saat itu masih bayi dan belum bisa apa-apa.
Pada dini hari, setelah shubuh saya harus sudah siap dan
rapih agar bisa fokus mengasuhnya. Jadi, selesai mandi, sholat, lalu bersih-bersih
rumah dari menyapu,mengepel, hingga me-lap kaca,furniture, dan mencuci baju.
Pagi harinya, setelah orang tua berangkat kerja, saya membuat sebotol susu yang
kira-kira saat itu 90ml kalau gak salah, dan itu di beri per 2-3 jam sekali
(amanah). Lalu saat meminta tetangga untuk hadir ke rumah pun tak sembarang
pergi ke luar lalu meninggalkan sang bayi, karena zaman sudah canggih
teknologi, pada saat itu saya memanfaatkan LINE dan WhatsApp, jadi cukup
me-chat untuk datang saja, beberapa menit kemudian datang ke rumah.
Memandikan bayi nya pun tak sembarang. Jadi, karena di rumah
memang di sediakan baby bed yang bahannya dari spons lalu diatasnya ada alas
perlak (anti air gitu) , itu dimanfaatkan. Jadi sebelum saya meminta tetangga
untuk datang, saya selalu menyiapi persiapan mandi terlebih dahulu. Memasak air
panas, menyediakan bak mandi bayi, sabun bayi, baby bed, handuk dan baju ganti.
Dan itu pun bukan di lakukan di kamar mandi, tapi di tengah-tengah ruangan. Dan
memandikannya pun ada tekniknya, saya hafalkan sampai 3 bulan caranya, jadi
untuk kedepannya saya tak mengandalkan tenaga tetangga.
Selain menyusui setiap per 2-3 jam, saya juga beraktivitas,
seperti memasak, mencuci baju, menyetrika baju, beribadah, online, baca-baca
buku, dll.
Karena amanah saya bukan hanya itu, tapi juga mengurusi adik
saya yang kedua, yang duduk di bangku kelas 1 SD pada waktu itu. Dan sekolahnya
pun sekolah swasta, jadi berangkat pagi, pulang sore. Jadi saya memasak bukan
hanya untuk saya sendiri, tapi juga untuk adik-adik saya. Klao soal masak
memasak memang saya kurang bisa, tapi saya hobi dalam memasak.
Gadis 18 tahun, baru lulus SMA, belum ada pengalaman berumah
tangga tapi sudah mengurusi urusan rumah tangga, bukan hanya sekedar bebersih
rumah, tapi juga mengurusi anak-anak serta seorang bayi,menghabiskan waktunya
di dalam rumah tapi pikrannya dia ingin seperti teman-temannya yang hidup enak.
Bukan hanya memberi susu-memandikan-mencuci, tapi juga mengurusi pup yang bisa
keluar kapan saja. Karena pada waktu itu adik saya basih sekitar 3-4 bulan, pup
nya pun tidak seperti orang dewasa, jadi hanya sediakan air hangat di gayung
dan kapas untuk membersihkan. Jijik? Ya, bagi gadis seumuran saya yang terlalu
anti bau bau seharusnya jijik memang, tapi saya merasa biasa saja. Kenapa? Itu hanya
kotoran, sebab kita pun punya kotoran,nanti juga akan mengurusi kotoran, dan
sampai akhir hayat pun tetap bertemu kotoran. So, saya pikir untuk apa jijik
kalau memang harus di hadapi.
Setelah bulan-bulan berlalu, adik saya yang bayi itu sudah
bisa terngkurep (gatau indonesianya apa) , lalu seluncur memaksakan untuk bisa
merangkak, hingga bisa duduk sempurna. Sepanjang waktu iu saya tidak lagi
mengandalkan tetangga, saya sudah bisa memandikannya sendiri. Tapi yang berbeda
adalah ‘ketenangan’ saya berada di tingkat tak aman, karena bayi saat itu sudah
bisa ‘ngapa-ngapain’ saya harus selalu was-was dan terus menjaga, karena takut
terjatuh atau celaka.
Selama mengasuh, saya produktif, tapi hanya di dalam rumah.
Kalau bosan, saya seringkali mencoba resep-resep baru dan mengundang
teman-teman saya untuk sekedar main-main di rumah menemani kesepian saya atau
membagikan masakan-masakan saya ke tetangga-tetangga. Menu favorit pada waktu
itu adalah mie ayam yang saya buat sendiri dengan resep bumbu ayam khusus
racikan saya, kalau kata tetangga sih katanya ayamnya udah enak, mie nya cukup
pas ,tapi porsi nya kurang banyak.
Mengenai suka duka mengasuh selama setahun..
Dari sang adik bayi merah hingga bisa berjalan..
Duka nya, saya banyak melamun dan berfikir yang
enggak-enggak, karena keinginan saya gak terwujud (mengikuti gengsi) , saya
kurang bebas untuk main atau rekreasi atau nonton atau juga sekedar kumpul di
rumah teman karena hanya punya waktu di weekend saja.
Sukanya, banyak. Saya mendapat banyak pelajaran dari
pengalaman ini. Belajar untuk menjadi pribadi yang dewasa dan ikhlas. Tidak
hanya itu, selama setahun itu pun melatih kesabaran dan ketelitian yang kuat.
Karena kalau tidak sabar, sudah hancurlah saya saat itu. Itu juga saya jadikan
pelatihan untuk kedepannya jika kelak berumah tangga nanti, jadi saya tidak
kaget harus bagaimana karena sudah tahu prosedur ini-itu nya tanpa menggunakan tenaga pembantu rumah tangga atau baby sitter, jadi kerja mandiri. Selain itu,
banyak, susah di sebutkan euy. Hehe.
Pokoknya saya sudah berbekal pengalaman saya dalam mengasuh
bayi usia 3 bulan – 1 tahun, barangkali ada yang berminat. (apasih han wkkw)
Ini baru suka duka mengasuh bagian 1 di jenjang umur adik
saya menuju 1 tahun, selanjutnya ada lagi kisah lainnya yang masih juga
mengurus adik saya.
Terimakasih untuk pembaca yang telah membaca sampai akhir
bagian ini, semoga positifnya bisa bermanfaat ya.. salam hangat dari penulis ;)
(HK)
0 komentar