Nikmat dan Syukur versi sendiri
Banyak kisah yang bisa di ambil hikmahnya, di setiap detik
nafas ini berhembus,
Tapi, hanya beberapa yang bisa masuk sampai ke hati.
Karena rasa bersyukur itu masih sedikit.
Dimasa serba canggih ini, gak up to date kalau gak ikutan
makan makanan yang kekinian, yang wenak dan harganya mantap.
Karena suatu alasan,dan terpaksa memilih jajan di pinggir
jalan.
Malam itu, gerimis. Angin yang berhembus sejuk tapi menusuk.
Bagaimana tidak? Dibalik roda dagangan, seorang kakek tua dengan kulit yang
keriput di baluti engan syal tebal dan baju sederhana, sedang duduk sambil
memegangi piring dengan daun pisang di
atasnya di tangannya.
Bukan duduk, tepatnya menahan badan dalam posisi jongkok.
Di atas daun pisangnya, hanya nasi,sedikit sayur daun
singkong, dan dua tusuk aci yang di bulat-bulat ukuran kecil.
Entah sudah berapa suap nasin yang kakek itu makan,yang pasti
beliau hanya di temani lilin yang bertahan untuk terus menyala karena angin itu
selalu berusaha memadamkannya.
Kakek itu lantas berdiri,segera menyudahi makanannya dan
menyimpan piring itu sambil gemetar.
Lalu menyalakan kompor, melayani pembeli yang hanya seorang
dan memasah satu buah jualannya.
Bagaimana jika memang itu menu keseharian sang kakek?
Sedikit kisah,
Bapaknya hanya bekerja sebagai jasa pengantar barang dengan
modal sepeda motor tua. Anak laki-laki itu selalu berangkat bersama bapaknya.
Pagi itu , Ia meminta agar bekalnya di tata seunik mungkin.
“bu, nasi bekalnya aku minta di kecapin aja ya, biar bisa
leluasa makannya”
Akhirnya setiap bekal makan siang pun selalu seperti itu,
nasi di baluri kecap.
Memang ia suka,rasanya manis dan enak. Bahkan bagi penikmat
rasa kecap pun menganggap nya istimewa karena rasanya yang khas.
Wajahnya pun bersemangat ketika sedang makan siang bersama
teman-temannya, tak ada gelisah ataupun rasa malu karena akan di sangka
penggila kecap.
Ada alasan kenapa ia menjadi penikmat kecap jikalau membawa
bekal makan siang ke sekolah.
Dia menutupi nasinya. Ia tau ibunya hanya mampu membelikan
beras jenis raskin dengan warna jadinya nasi pun tak seputih nasi yang biasa
orang-orang makan.
Hanya sedikit menutupi.
Dengan kecap.
Kisah lainnya,
Wanita paruh baya itu tulang punggung keluarga, biaya
hidpnya bergantung pada gaji yang dia dapatkan dari hasil mencuci dan menggosok
pakaian disalah satu rumah yang ada di perumahan.
Suaminya pergi .
Ia hanya tinggal bersama kedua anaknya yang masih kecil.
Kala itu, pemilik rumah tak lagi memperkerjakannya karea
pindah kota.
Anaknya hendak ingin makan, namun beras yang ada hanya untuk
3x makan.
Hanya 2 hari nasi itu mencukupi untuk makan mereka, walaupun
makan hanya dengan nasi tanpa lauk.
Hingga akhirnya nasi pun tak ada, dan beras pun tak mampu
dia beli.
Tapi dia percaya,ada penguasa hati bersamanya.
Adapun kisah selain itu,
Tempat nya dia bekerja, mengalami kebangkrutan dan melakukan
PHK kepada beberapa pekerja. Pria paruh baya itu hanya bisa pulang dengan
membawa uang tidak seberapa yang diberikan atasannya saat dia di putuskan untuk
di PHK. Keluarga kecilnya tak menerima, bahkan dia tidak di izinkan untuk masuk
kedalam rumah. Dia pun merantau, tapi tak kunjung dia dapatkan pekerjaan.
Tidurpun hanya beralaskan koran di depan toko yang ada di
pinggir jalan.
Begitulah kehidupan malamnya, badan di tusuk oleh hembusan
angin dengan lembaran hitam di langit.
Bangganya , dia bukan berjiwa peminta, tapi dia memiliki
jiwa pembantu yang waktu kapan pun dia mampu berdiri dengan apa yang ada di
hadapannya.
Kisah yang lain,
Orang tuanya tak mampu membiayai kehidupan keluarganya.
Hingga akhirnya dia pun tinggal di panti asuhan. Ibunya hanya penjual gorengan
, ayahnya kuli pengangkut barang dagang di pasar. Gadis kecil itu sering kali
pergi sendiri keluar panti tanpa izin, hanya untuk bertemu dengan orang tua
nya. Tapi , siapa sangka gadis 9 tahun itu berani membeli tiket dan pergi
menaiki kereta api cepat seorang diri.
Hanya untuk memenuhi hasrat kerinduannya?
Tanya kenapa?
Seorang pelukis sangat menyukai lukisannya,
Seorang dokter sangat menyukai pekerjaannya,
Seorang penulis sangat menyukai tulisannya,
Seorang koki sangat menyukai masakannya,
Seorang pengusaha sangat menyukai usahanya,
Seorang pemahat sangat menyukai barangnya.
Karena setiap orang , punya kesukaan tersendiri untuk
menjadi dirinya.
Jawaban terbaik,
Ada yang mampu, ada yang tidak mampu,
Ada yang bahagia, ada yang tidak bahagia,
Ada yang mudah, ada yang susah.
Tapi, untuk melewati semua itu, setiap orang memiliki
jawaban terbaik versinya sendiri.
Sebab ia tahu bahwa dia yang akan menjalani,
Sebab ia tahu apa yang akan melewatinya,
Sebab dia tahu akan ada rintangan yang akan dia lalui
sendiri.
Bukan jawaban dari orang lain yang bahkan tak akan hadapi
apa yang akan dia hadapi.
Dewi Lestari, Andrea Hirata, Tere Liye, Asma Nadia, Ilana
Tan, J.K. Rowling, Agatha Christie, dan penulis lainnya.
Memiliki cara tersendiri yang mereka sukai untuk menulis
kisahnya, dan punya jalan versi sendiri untuk membangun perasaan yang ada dalam
tulisanya.
Hanya dengan sedikit sentuhan. Perasaan itu hidup.
Ya, karena mereka menyukai, mengeluarkan apa yang ada di
pikirannya, berpendapat versi masing-masing.
Bahkan banyak ang mengutip kata kata berperasaan itu dari
beberapa buku.
Jadi, harus kah seperti mereka?
No, kita punya cara terbaik versi kita sendiri
Ada pepatah bilang :
“to show your image, just be your self” .
‘lu salah, ini gue kasih tau yang bener’
‘gue nih yang bener, lu salah.’
‘tuh kan, apa kata gue, beneran gue kan?’
Mengingat prasangka-prasangka seperti itu..
Setiap orang punya jawaban terbaik versinya sendiri.
Gak mungkin seorang pelari menyalahkan penari karena
langkahnya salah.
Tanya kenapa? Karena meraka masing-masing punya pelatih
terbaik versinya masing-masing.
Gak mungkin seorang
pelukis menyalahkan penulis karena mengambarkan rasanya berbeda.
Tanya kenapa? Karena mereka memiliki alat dan teknik terbaik
versi masing-masing.
Tapi, mereka tahu, bahwa mereka memiliki kesamaan.
Mereka manusia.
Maka dari itu, mereka saling menghargai perbedaan satu sama
lain.
Jadi, kenapa kakek itu makan seadanya dan melyani pembeli
meskipun seorang?
Karena dia menyukai pekerjaannya.
Jadi kenapa wanita paruh baya itu bertahan walau hanya nasi
hanya cukup ntuk 3x makan?
Karena dia menjawab dengan versinya sendiri.
Jadi kenapa anak laki-laki itu selalu ikhlas bekal makan
siang dengan kecap?
Karena dia menjalani dengan versinya, dan dia menyukainya.
Jadi kenapa pria paruh baya itu tetap bertahan?
Karena dia punya jalan versinya sendiri.
Jadi, kenapa gadis kecil itu naik kereta sendiri?
Karena dia punya solusi terbaik versinya sendiri.
Mereka betul kuat karena versinya masing masing..
Lalu kita yang sudah serba kecukupan selalu merasa kurang ,
selalu ingin memiliki seperti kehidupan yang ‘kekinian’, serba kekinian, hingga
berusaha menjadi orang lain..
Dan lupa caranya untuk bersyukur..
Padahal ada jalan terbaik yang akan kita temukan dari versi
kita sendiri. (HK)
0 komentar