Bicara Mengenai "Rezeki"

by - 22.16.00




Bicara mengenai rezeki, saya ingin sedikit berbagi olah pikir yang dibantu oleh keberanian berbicara karena saya sudah memahami dari yang saya temui.

Banyak orang di zaman sekarang ini gila akan harta, mengejar kekayaan tanpa tahu aturan.
Katanya, yang penting hidup enak dan gak miskin atau kekurangan dalam membiayai kehidupan keluarga, asal semua barang bisa ‘di miliki’.

Sayangnya, karena keinginan itu harus di penuhi, banyak jalan yang salah di ambil. Semisal , berjudi , mencuri, pergi ke dukun, atau pula bermain ‘jalan belakang’ dalam hal mendapatkan rezeki.
Di masa sekarang ini, melakukan sesuatu yang jelas salah sudahlah menjadi rahasia umum, banyak yang tahu dan banyak yang melakukan secara terang terangan.

Banyak orang tua yang menginginkan anak nya agar dapat menempuh pendidikan di sekolah negeri yang elit dan terpandang favorit, karena jelaslah apabila anaknya bersekolah disana ada kebanggaan tersendiri. Karena tidak lolos seleksi secara murni , dengan terang-terangan mereka memaksa  membayar / membeli bangku kepada orang yang bekerja di tempat yang bersangkutan , alias “nyogok”.

Saya pernah pengalaman, saya tengah berkumpul diantara teman-teman yang sedang membuka kedok nya masing-masing untuk masuk ke sekolah negeri yang saat itu saya menempuh pendidikan disana juga. Karena saya menghargai dan sekaligus ada rasa keingintahuan, saya duduk diantara mereka dan menyimak. Lalu di penghujung pembicaraan, diantara mereka bertanya padaku.

“Kalau kamu, nyogok berapa ? dan ke guru siapa?”

Saya pun hanya terdiam. Saya benar-benar tak tahu mau jawab apa kepada mereka. Karena bila saya menjawab bahwa saya tidak ikut-ikutan membayar seperti itu, nanti saya dianggap sok suci atau menyembunyikan sesuatu. Karena ‘menyogok’ kala itu adalah hal yang sudah dianggap wajar secara terang-terangan. Semasa saya duduk di bangku pendidikan dasar, hingga menengah dan atas, saya tidak pernah sekalipun melakukan pembayaran paksa hanya demi masuk ke sekolah negeri. Selain karena kedua orang tua saya sibuk kerja dan dinas kesana-kemari, semua urusan sekolah dari pendaftaran dan tes saya lakukan sendiri. Kala itu, saya mendaftar SMP secara kolektif dari SD dan hanya mengumpulkan berkas-berkas persyaratan saja, orang tua saya hanya tahu kalau saya ingin melanjutkan ke negeri, bukan swasta tanpa tahu sekolah tujuan saya, mereka hanya tahu ketika saya sudah lolos dan bersekolah saja. Artinya dalam pendaftaran sekolah negeri itu tidak ada campur tangan dengan orang tua saya, karena tadinya saya sangat di sarankan untuk masuk pesantren hanya saja saya sendiri yang bersikeras untuk bersekolah di negeri , padahal semua adik saya sekolah di swasta islam (hehe).

Saya jadi teringat, dahulu saat itu ramai-ramainya para orang tua dan murid membicarakan kedoknya masing-masing secara terbuka. Ada sedikit percakapan saya dengan ibu saya mengenai “main belakang” alias nyogok-menyogok atau ‘nitip’ kala saya masih duduk di bangku SMP. Berbeda dengan orang tua lain yang sering saya dengar sembari menunggu anak-anaknya pulang, ibu saya berkata bahwa praktik sogok menyogok adalah sesuatu yang sangat jelas dilarang oleh agama islam, bahkan Rasulullah pun melaknat orang-orang yang melakukan itu. Ibu saya menjelaskan sedikit hadist kala itu, tapi saya sedikit lupa bunyinya, tapi setelah saya cari di internet ternyata ada memang. Berikut tafsiran hadist yang di maksud :

Dari Abdullah bin Amr ia berkata : Rasulullah SAW melaknat orang yang menyogok dan menerima sogokan. Dan orang yang menjadi perantara dalam sogok menyogok (HR. Turmudzi)

Selain itu, ibu saya juga menerangkan hukuman/ ganjaran bagi orang –orang yang melakukan praktik sogok menyogok itu nanti di akhirat. Tapi saya benar-benar lupa karena itu sudah lama sekali dan kebetulan saya lagi malas mencari referensi bacaan (hehe).

Yang saya pernah dengar, orang yang melakukan sogokan, dan menerima sogokan sama ruginya di akhirat nanti. Uang / benda yang menjadi sogokan itu (haram) dan apa yang disogok itu (orang/benda) juga haram. Dan siklus itu akan berlanjut karena apa yang di sogok sudah digunakan dan tidak di lepas. Seperti misal si fulan mendaftar sekolah A dengan cara menyogok, lanjut ke sekolah B juga menyogok, kerja pun mendaftarnya menyogok. Maka gaji yang di terima pun meski cara mendapatkannya secara halal, namun di dalam nya ada unsur haram, maka kehidupan dari penghasilan itu kurang berkah. Wallahu'alam

Menurut saya pribadi, sebagai anak yang ingin menuntut ilmu, bukanlah sekolah negeri yang bergengsi,terfavorit, dan dibanggakan sebagai tempat , karena yang baik bagi saya adalah dimanapun saya bersekolah, tujuannya adalah untuk menjadi pribadi baik yang berguna. Tidak peduli bertempat di negeri atau swasta. Karena pada hakikatnya yang dibutuhkan itu ilmu, bukan gengsi. Lagipula apabila melakukan sogok-menyogok hanya agar anaknya masuk ke sekolah terfavorit sekalipun, selain sudah mendzolimi anak lainnya yang harus nya memang bersekolah disitu, orang tua itu juga sudah menanamkan bibit penyakit moral pada anaknya.

Ya, kebanyakan orang di zaman sekarang ini berfikiran ‘yang penting nanti kerjanya enak’ ,’ yang penting nanti banyak uang’ , ‘yang penting nanti gak miskin’ . Sehingga para orang tua pun menginginkan anaknya hidup kaya raya dan mampu untuk melakukan apapun hingga berusaha menyekolahkan anaknya di tempat yang bergengsi dan ternama agar mencari kerja nya mudah, dan hidup kedepannya enak.

Padahal, rezeki bukanlah hal yang harus selalu dipikirkan. Mengenai rezeki, ada Allah SWT yang sudah mengatur nya. Cara mendapatkannya adalah senantiasa bersyukur dan istiqomah dalam beribadah. Jangan pernah takut mengenai rezeki. Sekalipun harta yang dimiliki betul-betul habis, Allah pasti akan memberi dari sisi yang tak di duga.

Baru-baru ini saya ambil pelajaran dari percakapan dari sebuah diskusi para orang tua, bicara mengenai rezeki.

Jadi, jangan mengira harta/rezeki yang kita miliki adalah milik kita sendiri semuanya, sebab di dalamnya ada rezeki orang lain yang tersimpan. Karena itulah sebagai manusia disarankan untuk berbagi/bersedekah. Sekalipun kita tidak punya apa-apa atau sedang kekurangan di rumah, lalu ada orang bertamu, kita tidak boleh mengeluh karena tamu itu datang ke rumah kita, sebab ada rezeki tamu itu yang Allah titipkan kepada kita. Kalau kita mengeluh karena kedatangan tamu tersebut, artinya kita sudah berburuk sangka dan khianat kepada Allah. Ini juga sesuai dengan ajaran Islam yang menganjurkan untuk memuliakan tamu, dan memberi hidangan.

Selain itu, yang saya dengar adalah rezeki dalam rumah tangga.

Terkadang kebanyakan orang selalu melihat sebuah keluarga dari segi kekayaannya, bagaimana pekerjaannya, bagaimana rumahnya, bagaimana ini itunya.

Dalam berumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah, rezeki bukanlah soal harta yang segala-galanya. Rezeki adalah hadiah, tapi karena kita harus merendah dihadapan Allah, anggap rezeki itu adalah titipan. Ada keluarga yang pas-pas an di pandang orang lain, tapi rezeki yang mereka dapatkan selalu mengalir dari yang halal karena banyak betul ibadahnya. Ada keluarga yang serba susah rezekinya , yang ternyata ada anggotanya yang enggan beribadah. Bagaimana kondisi ekonomi keluarga adalah bagaimana pula kondisi ibadah keluarga itu juga.

Ada yang menyebutkan bahwa pernikahan adalah menyempurnakan separuh agama dan memperbanyak rezeki, karena shalatnya orang yang sudah menikah lebih khusyu daripada yang belum menikah, memang benar adanya. Adanya rezeki adalah dari cara kita bersyukur dan beribadah. Apabila seorang suami sulit dalam rezekinya untuk menafkahi, barang kali sang istrilah yang menjadi penyebabnya karena sulit dalam beribadah. Dan apabila seorang suami mendapatkan banyak rezeki, barangkali penyemabnya adalah istrinya yang rajin beribadah serta anak-anaknya yang taat dalam beragama.

Mengenai rasa syukur menerima rezeki dalam keluarga, apabila seorang istri mendapatkan nafkah dengan jumlah seadanya dari suami, sang istri tidak boleh menuntut mengenai nafkahnya yang di terima itu dengan keluhan ‘yah, kok Cuma segini?’ sembari menuntut untuk dilebihkan. Sebab jika berbuat sperti itu, sama saja seperti menuntut rezeki dari Allah. Dan itu sama saja perilaku yang durhaka. Padahal rezeki/nafkah yang di terima pada saat itu tidak lain rezeki dari Allah yang di titipkan kepada suami. Kalau mendapat jumlah sedikit, barangkali sang istri kurang ibadahnya. Dan kalau mendapat banyak, barangkali Allah mendengar dzikir dan memperhatikan sunnah yang dilakukan.

Begitulah pelajaran yang sedikit saya petk dari pembicaran sebuah diskusi.


Pada intinya , rezeki itu sudah di atur oleh Allah dari manusia berada di dalam kandungan, jadi tidak perlu khawatir mengenai rezeki. Yang terpenting adalah senantiasa bertawakkal,beribadah dan meminta segala sesuatu kepada Allah. Ikuti perintah-Nya dan jauhi segala larangan-Nya jika ingin hidup di dalam keberkahan. Dan syukuri seberapapun nikmat rezeki yang Allah beri karena hidup tidak harus selalu menjadi orang kaya harta, tapi kaya hati dan jujur. Sebab menjadi orang yang kaya harta, akan membuat diri kita ini di hisab lama di akhirat nanti karena harus menanggung jawabkan atas harta yang di titipkan.

Rasulullah bersabda : "Aku di perlihatkan surga. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum fakir...." 
(HR Bukhari-Muslim)

You May Also Like

0 komentar