Bicara mengenai rezeki, saya ingin sedikit berbagi olah
pikir yang dibantu oleh keberanian berbicara karena saya sudah memahami dari
yang saya temui.
Banyak orang di zaman sekarang ini gila akan harta, mengejar
kekayaan tanpa tahu aturan.
Katanya, yang penting hidup enak dan gak miskin atau
kekurangan dalam membiayai kehidupan keluarga, asal semua barang bisa ‘di
miliki’.
Sayangnya, karena keinginan itu harus di penuhi, banyak
jalan yang salah di ambil. Semisal , berjudi , mencuri, pergi ke dukun, atau
pula bermain ‘jalan belakang’ dalam hal mendapatkan rezeki.
Di masa sekarang ini, melakukan sesuatu yang jelas salah
sudahlah menjadi rahasia umum, banyak yang tahu dan banyak yang melakukan
secara terang terangan.
Banyak orang tua yang menginginkan anak nya agar dapat
menempuh pendidikan di sekolah negeri yang elit dan terpandang favorit, karena
jelaslah apabila anaknya bersekolah disana ada kebanggaan tersendiri. Karena
tidak lolos seleksi secara murni , dengan terang-terangan mereka memaksa membayar / membeli bangku kepada orang yang
bekerja di tempat yang bersangkutan , alias “nyogok”.
Saya pernah pengalaman, saya tengah berkumpul diantara
teman-teman yang sedang membuka kedok nya masing-masing untuk masuk ke sekolah
negeri yang saat itu saya menempuh pendidikan disana juga. Karena saya
menghargai dan sekaligus ada rasa keingintahuan, saya duduk diantara mereka dan
menyimak. Lalu di penghujung pembicaraan, diantara mereka bertanya padaku.
“Kalau kamu, nyogok berapa ? dan ke guru siapa?”
Saya pun hanya terdiam. Saya benar-benar tak tahu mau jawab
apa kepada mereka. Karena bila saya menjawab bahwa saya tidak ikut-ikutan
membayar seperti itu, nanti saya dianggap sok suci atau menyembunyikan sesuatu.
Karena ‘menyogok’ kala itu adalah hal yang sudah dianggap wajar secara
terang-terangan. Semasa saya duduk di bangku pendidikan dasar, hingga menengah
dan atas, saya tidak pernah sekalipun melakukan pembayaran paksa hanya demi
masuk ke sekolah negeri. Selain karena kedua orang tua saya sibuk kerja dan
dinas kesana-kemari, semua urusan sekolah dari pendaftaran dan tes saya lakukan
sendiri. Kala itu, saya mendaftar SMP secara kolektif dari SD dan hanya
mengumpulkan berkas-berkas persyaratan saja, orang tua saya hanya tahu kalau
saya ingin melanjutkan ke negeri, bukan swasta tanpa tahu sekolah tujuan saya,
mereka hanya tahu ketika saya sudah lolos dan bersekolah saja. Artinya dalam
pendaftaran sekolah negeri itu tidak ada campur tangan dengan orang tua saya,
karena tadinya saya sangat di sarankan untuk masuk pesantren hanya saja saya
sendiri yang bersikeras untuk bersekolah di negeri , padahal semua adik saya
sekolah di swasta islam (hehe).
Saya jadi teringat, dahulu saat itu ramai-ramainya para
orang tua dan murid membicarakan kedoknya masing-masing secara terbuka. Ada
sedikit percakapan saya dengan ibu saya mengenai “main belakang” alias
nyogok-menyogok atau ‘nitip’ kala saya masih duduk di bangku SMP. Berbeda dengan
orang tua lain yang sering saya dengar sembari menunggu anak-anaknya pulang, ibu
saya berkata bahwa praktik sogok menyogok adalah sesuatu yang sangat jelas
dilarang oleh agama islam, bahkan Rasulullah pun melaknat orang-orang yang
melakukan itu. Ibu saya menjelaskan sedikit hadist kala itu, tapi saya sedikit
lupa bunyinya, tapi setelah saya cari di internet ternyata ada memang. Berikut
tafsiran hadist yang di maksud :
Dari Abdullah bin Amr ia berkata : Rasulullah SAW melaknat
orang yang menyogok dan menerima sogokan. Dan orang yang menjadi perantara
dalam sogok menyogok (HR. Turmudzi)
Selain itu, ibu saya juga menerangkan hukuman/ ganjaran bagi
orang –orang yang melakukan praktik sogok menyogok itu nanti di akhirat. Tapi
saya benar-benar lupa karena itu sudah lama sekali dan kebetulan saya lagi
malas mencari referensi bacaan (hehe).
Yang saya pernah dengar, orang yang melakukan sogokan, dan menerima sogokan sama ruginya di akhirat nanti. Uang / benda yang menjadi sogokan itu (haram) dan apa yang disogok itu (orang/benda) juga haram. Dan siklus itu akan berlanjut karena apa yang di sogok sudah digunakan dan tidak di lepas. Seperti misal si fulan mendaftar sekolah A dengan cara menyogok, lanjut ke sekolah B juga menyogok, kerja pun mendaftarnya menyogok. Maka gaji yang di terima pun meski cara mendapatkannya secara halal, namun di dalam nya ada unsur haram, maka kehidupan dari penghasilan itu kurang berkah. Wallahu'alam
Menurut saya pribadi, sebagai anak yang ingin menuntut ilmu,
bukanlah sekolah negeri yang bergengsi,terfavorit, dan dibanggakan sebagai
tempat , karena yang baik bagi saya adalah dimanapun saya bersekolah, tujuannya
adalah untuk menjadi pribadi baik yang berguna. Tidak peduli bertempat di
negeri atau swasta. Karena pada hakikatnya yang dibutuhkan itu ilmu, bukan
gengsi. Lagipula apabila melakukan sogok-menyogok hanya agar anaknya masuk ke
sekolah terfavorit sekalipun, selain sudah mendzolimi anak lainnya yang harus
nya memang bersekolah disitu, orang tua itu juga sudah menanamkan bibit
penyakit moral pada anaknya.
Ya, kebanyakan orang di zaman sekarang ini berfikiran ‘yang
penting nanti kerjanya enak’ ,’ yang penting nanti banyak uang’ , ‘yang penting
nanti gak miskin’ . Sehingga para orang tua pun menginginkan anaknya hidup kaya
raya dan mampu untuk melakukan apapun hingga berusaha menyekolahkan anaknya di
tempat yang bergengsi dan ternama agar mencari kerja nya mudah, dan hidup
kedepannya enak.
Padahal, rezeki bukanlah hal yang harus selalu dipikirkan.
Mengenai rezeki, ada Allah SWT yang sudah mengatur nya. Cara mendapatkannya
adalah senantiasa bersyukur dan istiqomah dalam beribadah. Jangan pernah takut
mengenai rezeki. Sekalipun harta yang dimiliki betul-betul habis, Allah pasti
akan memberi dari sisi yang tak di duga.
Baru-baru ini saya ambil pelajaran dari percakapan dari
sebuah diskusi para orang tua, bicara mengenai rezeki.
Jadi, jangan mengira harta/rezeki yang kita miliki adalah
milik kita sendiri semuanya, sebab di dalamnya ada rezeki orang lain yang tersimpan.
Karena itulah sebagai manusia disarankan untuk berbagi/bersedekah. Sekalipun
kita tidak punya apa-apa atau sedang kekurangan di rumah, lalu ada orang
bertamu, kita tidak boleh mengeluh karena tamu itu datang ke rumah kita, sebab
ada rezeki tamu itu yang Allah titipkan kepada kita. Kalau kita mengeluh karena
kedatangan tamu tersebut, artinya kita sudah berburuk sangka dan khianat kepada
Allah. Ini juga sesuai dengan ajaran Islam yang menganjurkan untuk memuliakan
tamu, dan memberi hidangan.
Selain itu, yang saya dengar adalah rezeki dalam rumah
tangga.
Terkadang kebanyakan orang selalu melihat sebuah keluarga
dari segi kekayaannya, bagaimana pekerjaannya, bagaimana rumahnya, bagaimana
ini itunya.
Dalam berumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah, rezeki
bukanlah soal harta yang segala-galanya. Rezeki adalah hadiah, tapi karena kita
harus merendah dihadapan Allah, anggap rezeki itu adalah titipan. Ada keluarga
yang pas-pas an di pandang orang lain, tapi rezeki yang mereka dapatkan selalu
mengalir dari yang halal karena banyak betul ibadahnya. Ada keluarga yang serba
susah rezekinya , yang ternyata ada anggotanya yang enggan beribadah. Bagaimana
kondisi ekonomi keluarga adalah bagaimana pula kondisi ibadah keluarga itu
juga.
Ada yang menyebutkan bahwa pernikahan adalah menyempurnakan
separuh agama dan memperbanyak rezeki, karena shalatnya orang yang sudah menikah
lebih khusyu daripada yang belum menikah, memang benar adanya. Adanya rezeki
adalah dari cara kita bersyukur dan beribadah. Apabila seorang suami sulit
dalam rezekinya untuk menafkahi, barang kali sang istrilah yang menjadi
penyebabnya karena sulit dalam beribadah. Dan apabila seorang suami mendapatkan
banyak rezeki, barangkali penyemabnya adalah istrinya yang rajin beribadah
serta anak-anaknya yang taat dalam beragama.
Mengenai rasa syukur menerima rezeki dalam keluarga, apabila
seorang istri mendapatkan nafkah dengan jumlah seadanya dari suami, sang istri
tidak boleh menuntut mengenai nafkahnya yang di terima itu dengan keluhan ‘yah,
kok Cuma segini?’ sembari menuntut untuk dilebihkan. Sebab jika berbuat sperti
itu, sama saja seperti menuntut rezeki dari Allah. Dan itu sama saja perilaku
yang durhaka. Padahal rezeki/nafkah yang di terima pada saat itu tidak lain rezeki
dari Allah yang di titipkan kepada suami. Kalau mendapat jumlah sedikit,
barangkali sang istri kurang ibadahnya. Dan kalau mendapat banyak, barangkali
Allah mendengar dzikir dan memperhatikan sunnah yang dilakukan.
Begitulah pelajaran yang sedikit saya petk dari pembicaran
sebuah diskusi.
Pada intinya , rezeki itu sudah di atur oleh Allah dari
manusia berada di dalam kandungan, jadi tidak perlu khawatir mengenai rezeki.
Yang terpenting adalah senantiasa bertawakkal,beribadah dan meminta segala
sesuatu kepada Allah. Ikuti perintah-Nya dan jauhi segala larangan-Nya jika
ingin hidup di dalam keberkahan. Dan syukuri seberapapun nikmat rezeki yang Allah beri karena hidup tidak harus selalu menjadi orang kaya harta, tapi kaya hati dan jujur. Sebab menjadi orang yang kaya harta, akan membuat diri kita ini di hisab lama di akhirat nanti karena harus menanggung jawabkan atas harta yang di titipkan.
Rasulullah bersabda : "Aku di perlihatkan surga. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum fakir...."
(HR Bukhari-Muslim)